Laptop Canggih Bagi Kaum Termiskin
KabarIndonesia - Ini memang barang elektronik yang lucu: kecil, ringan dengan tombol-tombol hijau cerah, tahan air dan bertenaga sinar matahari. Sebagai alat untuk pelajaran, barang ini memang luar biasa, karena bisa mengajar anak berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa apa saja. Selain itu juga menyimpan ribuan buku. Harganya? Kurang lebih seratus euro. Para anggota Parlemen Eropa berdesak-desakan untuk melihat dari dekat laptop menarik ini. "Jauh lebih bagus dari laptop saya!" teriak Nirj Deva, anggota Parlemen Eropa dari partai konservatif Britania. Ia melansir inisiatif untuk memberi satu laptop kepada setiap anak yang tidak bisa menikmati pendidikan: 1000 bukuNirj Deva: "Dengan demikian, anak-anak di negara-negara berkembang, yang tidak bisa menikmati listrik, dimungkinkan untuk memanfaatkan berbagai sumber pelajaran yang tersedia di internet. Setiap laptop mengandung 1000 buku dan bisa disambung ke internet. Jadi anak-anak bisa belajar, menulis naskah, dan bahkan bisa membuat musik." Ide ini merupakan bagian dari kampanye internasional bertema 'Satu Laptop Per Anak' dan dimaksudkan untuk anak-anak berusia enam hingga 12 tahun, yang tidak bisa menikmati pendidikan. Juga disediakan parabola yang memungkinkan anak-anak menggunakan internet. Puluhan ribu anak dari Sri Lanka hingga Peru telah memakai fasilitas ini. "Jumlah anak-anak pengguna internet sudah mendekati setengah juta orang," ujar Nirj Deva. "Setiap hari, jumlahnya meningkat." Alat elektronik luar biasa ini, dikembangkan oleh Institut Teknologi Massachussets untuk negara-negara sedang berkembang. Menu sederhana membimbing anak-anak menelusuri serangkaian fasilitas dalam sejumlah besar bahasa. Laptop ini sangat ringan, namun tahan banting. Sebagai bukti, Nirj Deva mengambil satu laptop dan melemparkannya di atas meja. Tak rusakNirj Deva: "Anda bisa melemparnya atau memasukkannya ke dalam air. Barang ini tidak rusak." Nirj Deva kemudian mengetik sejumlah kata dalam berbagai bahasa, yang kemudian diucapkan oleh komputer itu sendiri. Maria Martens, anggota Parlemen Eropa dari Belanda, juga sangat tertarik pada laptop tersebut, dan mendorong Komite Anggaran Parlemen mengalokasi sebagian dana bantuan untuk kampanye ini. Maria Martens: "Orang mengeluh bahwa bantuan Uni Eropa tidak dipakai semestinya. Kini kami punya proyek dengan hasil sangat konkret yang memberi anak-anak harapan."